IBNU RUSHD (AVERROES)
ابن رشد
Singkat
Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520
Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim
terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang
mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti
kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami
filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan
pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk
mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu
Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat
Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam
St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
Pemikiran Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih
dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua
karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani
(Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang
dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd
tentang akidah dan sikap keberagamaannya.
Karya
-
Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
-
Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
-
Fasl
Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan
menolak segala paham yang bertentangan dengan filsafat)
IBNU SINA (AVICENNA)
Ibnu
Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah
seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang
sudah menjadi bagian Uzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang
produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan
pengobatan. Bagi banyak orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern”
dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan
dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat
terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang
kedokteran selama berabad-abad.
Karya Ibnu Sina, fisikawan terbesar Persia abad pertengahan , memainkan
peranan penting pada Pembangunan kembali Eropa.
Ibnu Sina,
Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (Persia ابوعلى سينا Abu Ali
Sina atau dalam tulisan arab : أبو علي الحسين بن عبد الله بن سينا)
sering dilatinkan Ibnu Sina adalah seorang Persia, fisikawan, filosofis,
dan ilmuwan yang lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara,
sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan
Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran).
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar.
Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap
oleh banyak orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George Sarton
menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu
yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.” pekerjaannya
yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of
Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi
At Tibb).
Awal Kehidupan
Kehidupannya dikenal lewat sumber - sumber berkuasa. Suatu
autobiografi membahas tiga puluh tahun pertama kehidupannya, dan sisanya
didokumentasikan oleh muridnya al-Juzajani, yang juga sekretarisnya dan
temannya.
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya Afshana,
sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia).
Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khorasan,
dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur suatu daerah di
salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah Afghanistan (dan
juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara.
Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili,
pemikiran Ibnu Sina independen dengan memiliki kepintaran dan ingatan
luar biasa, yang mengizinkannya menyusul para gurunya pada usia 14
tahun.
Ibn Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya
segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; dia
menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang
luar biasa kepandaiannya / Child prodigy yang telah menghafal Al-Quran
pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia. Dari seorang
pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk belajar
yang lain dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian
dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah - masalah metafisika dan pada
beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun
berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak
rintangan. pada beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan
meninggalkan buku - bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid,
dan terus sholat sampai hidayah menyelesaikan kesulitan - kesulitannya.
Pada larut malam dia akan melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi
perasaannya dengan kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam
mimpinya masalah akan mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh
kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata -
katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai
suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi,
yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham. Yang sangat
mengagumkan adalah kesenangannya pada penemuan, yang dibuat dengan
bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang mempercepat untuk
berterima kasih kepada Allah SWT, dan memberikan sedekah atas orang
miskin.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori
kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui
perhitungannya sendiri, menemukan metode - metode baru dari perawatan.
Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18
tahun dan menemukan bahwa “Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun
menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat
memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai
merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai.” Kemasyuran
sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien
tanpa meminta bayaran.
Pekerjaan pertamanya menjadi fisikawan untuk emir, yang diobatinya dari
suatu penyakit yang berbahaya. Majikan Ibnu Sina memberinya hadiah atas
hal tersebut dengan memberinya akses ke perpustakaan raja Samanids,
pendukung pendidikan dan ilmu. Ketika perpustakaan dihancurkan oleh api
tidak lama kemudian, musuh - musuh Ibnu Sina menuduh din oa yang
membakarnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan sumber pengetahuannya.
Sementara itu, Ibnu Sina membantu ayahnya dalam pekerjaannya, tetapi
tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awalnya.
Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal.Samanid dynasty
menuju keruntuhannya pada Desember 1004. Ibnu Sina menolak pemberian
Mahmud of Ghazni, dan menuju kearah Barat ke Urgench di Uzbekistan
modern, dimana vizier, dianggap sebagai teman seperguruan, memberinya
gaji kecil bulanan. Tetapi gajinya kecil, sehingga Ibnu Sina mengembara
dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke
perbatasan Khorasan, mencari suatu opening untuk bakat - bakatnya. Shams
al-Ma’äli Qäbtis, sang dermawan pengatur Dailam, seorang penyair dan
sarjana, yang mana Ibn Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung,
dimana sekitar tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang
memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat itu terkena penyakit yang
sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, Ibnu Sina bertamu
dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman didekat rumahnya sendiri
idmana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi. Beberapa dari buku
panduan Ibnu Sina ditulis untuk orang ini ; dan permulaan dari buku
Canon of Medicine juga dikerjakan sewaktu dia tinggal di Hyrcania.
Karya Ibnu Sina
- Qanun fi Thib (Canon of Medicine)(Terjemahan bebas : Aturan Pengobatan)
- Asy Syifa
- An Najat
AL-BIRUNI
Abu Raihan Al-Biruni (juga, Biruni, Al Biruni) (15 September 973 - 13 Desember 1048) (Persia: ابوریحان بیرونی ; Arab: أبو الريحان البيروني) merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan.
Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazm di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Dia belajar matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur.
Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di universitas dan pusat sains
yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas Ma'mun Khawarazmshah. Abu
Raihan Al-Biruni juga mengembara ke India dengan Mahmud dari Ghazni dan
menemani beliau dalam ketenteraannya di sana, mempelajari bahasa,
falsafah dan agama mereka dan menulis buku mengenainya. Dia juga
mengetahui bahasa Yunani, bahasa Suriah, dan bahasa Berber. Dia menulis bukunya dalam bahasa Persia (bahasa ibunya) dan bahasa Arab.
Sebahagian karyanya ialah:
-
Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan menggunakan altitude maksima matahari.
-
Ketika berusia 22, dia menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian proyeksi peta, "Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi pada bidang datar.
-
Ketika
berusia 27, dia telah menulis buku berjudul "Kronologi" yang merujuk
kepada hasil kerja lain yang dihasilkan oleh beliau (sekarang tiada
lagi) termasuk sebuah buku tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian bintang, dan 2 buku tentang sejarah.
-
Beliau membuat penelitian radius Bumi kepada 6.339,6 kilometer (hasil ini diulang di Barat pada abad ke 16).
Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku.
Hasil kerjanya yang bukan matematika termasuk:
-
Kajian kritis tentang ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau menolak (bahasa Arab تحقيق ما للهند من مقولة معقولة في العقل أم مرذولة) - sebuah ringkasan tentang agama dan filosofi India
-
Tanda yang Tersisa dari Abad Lampau
(bahasa Arab الآثار الباقية عن القرون الخالية) - kajian komparatif
tentang kalender dari berbagai budaya dan peradaban yang berbeda,
dihubungkan dengan informasi mengenai matematika, astronomi, dan
sejarah.
-
Peraturan Mas'udi (bahasa Arab القانون المسعودي) - sebuah buku tentang Astronomi, Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini diberi nama Mas'ud, sebagai dedikasinya kepada Mas'ud, putra Mahmud dari Ghazni.
-
Pengertian Astrologi (bahasa Arab التفهيم لصناعة التنجيم) - pertanyaan dan jawaban model buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan bahasa Persia
-
-
Permata (bahasa Arab الجماهر في معرفة الجواهر) tentang geologi, mineral, dan permata, dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas'ud
-
-
Astrolab
-
Buku ringkasan sejarah
-
Riwayat Mahmud dari Ghazni dan ayahnya
-
Sejarah Khawarazm
ALBUCASIS (ABU AL-QASIM AL-ZAHRAWI)
Peletak dasar-dasar ilmu bedah
modern itu bernama Al-Zahrawi (936 M-1013 M). Orang barat mengenalnya
sebagai Abulcasis. Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yang amat
fenomenal. Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi para dokter di
dunia barat. “Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi
menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa,” ujar Dr. Campbell
dalam History of Arab Medicine.
Ahli
bedah yang termasyhur hingga ke abad 21 itu bernama lengkap Abu
al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936 M di
kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol.
Al-Zahrawi merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di
kota Cordoba inilah dia menimba ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran,
mengobati masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga
wafat.
Kisah masa kecilnya tak banyak terungkap. Sebab, tanah
kelahirannya Al-Zahra dijarah dan dihancurkan. Sosok dan kiprah
Al-Zahrawi baru terungkap ke permukaan, setelah ilmuwan Andalusia Abu
Muhammad bin Hazm (993M-1064M) menempatkannya sebagai salah seorang
dokter bedah terkemuka di Spanyol. Sejarah hidup alias biografinya baru
muncul dalam Al-Humaydi’s Jadhwat al Muqtabis yang baru rampung setelah
enam dasa warsa kematiannya.
Al-Zahrawi mendedikasikan separuh
abad masa hidupnya untuk praktik dan mengajarkan ilmu kedokteran.
Sebagai seorang dokter termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi
dokter istana pada era kekhalifahan Al-Hakam II di Andalusia. Berbeda
dengan ilmuwan muslim kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak
melakukan perjalanan. Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk
merawat korban kecelakaan serta korban perang.
Para dokter di
zamannya mengakui bahwa Al-Zahrawi adalah seorang dokter yang jenius
terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu kedokteran
sungguh sangat besar. Al-Zahrawi meninggalkan sebuah ‘harta karun’ yang
tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa kitab Al-Tasrif
li man ajaz an-il-talil—sebuah ensiklopedia kedokteran. Kitab yang
dijadikan materi sekolah kedokteran di Eropa itu terdiri dari 30 volume.
Dalam
kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-Zahrawi secara
rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedic, opththalmologi,
farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga mengupas
tentang kosmetika. Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang
kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodorant, hand lotion,
pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil pengembangan
dari karya Al-Zahrawi.
Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter
bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila
kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari
Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant,
pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang
ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki
tak kurang dari 50 rumah sakit yang memberikan pelayanan prima.
Sebagai
seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai
murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan kepedulian terhadap
kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun mengingatkan kepada para muridnya
tentang pentingnya membangun hubungan yang baik dengan pasien. Menurut
Al-Zahrawi, seorang dokter yang baik haruslah melayani pasiennya sebaik
mungkin tanpa membedakan status sosialnya.
Dalam menjalankan
praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi
tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk
tercapainya diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan yang
terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter berpegang
pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi
dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.
Menurut Al-Zahrawi
profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu,
dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah
kepada dokter atau
dukun yang mengaku-ngaku memiliki
keahlian operasi bedah. Hanya dokter yang memiliki keahlian dan
bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena
itulah di era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah
(surgeon).
Kehebatan dan profesionalitas Al-Zahrawi sebagai
seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. “Tak diragukan lagi,
Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah.” Ucap Pietro
Argallata. Kitab Al-Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke-12 M. Kitab itu juga
dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi
sekolah kedokteran dan para dokter serta ahli bedah Eropa selama lima
abad lamanya pada periode abad pertengahan.
Sosok dan pemikiran
Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di
Eropa. Pada abad ke-14, seorang ahli bedah Perancis bernama Guy de
Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif
terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era
Renaissance. Hingga abad ke-16, ahli bedah berkebangsaan Prancis, Jaques
Delechamps (1513M-1588M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan.
Al-Zahrawi
tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013M—dua tahun setelah tanah
kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Meski Cordoba kini bukan lagi
menjadi kota bagi umat Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi
nama jalan kehormatan yakni ‘Calle Albucasis’. Di jalan itu terdapat
rumah nomor 6 –yakni rumah tempat Al-Zahrawi pernah tinggal . Kini rumah
itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol.
Sang penemu puluhan alat bedah modern
Selama
separuh abad mendedikasikan dirinya untuk pengembangan ilmu kedokteran
khususnya bedah, Al-Zahrawi telah menemukan puluhan alat bedah modern.
Dalam kitab Al-Tasrif, ‘bapak ilmu bedah’ itu memperkenalkan lebih dari
200 alat bedah yang dimilikinya. Di antara ratusan koleksi alat bedah
yang dipunyainya, ternyata banyak peralatan yang tak pernah digunakan
ahli bedah sebelumnya.
Menurut catatan, selama karirnya
Al-Zahrawi telah menemukan 26 peralatan bedah. Salah satu alat bedah
yang ditemukan dan digunakan Al-Zahrawi adalah catgut. Alat yang
digunakan untuk menjahit bagian dalam itu hingga kini masih digunakan
ilmu bedah modern. Selain itu, juga menemukan forceps untuk mengangkat
janin yang meninggal. Alat itu digambarkan dalam kitab Al-tasrif.
Dalam
Al-Tasrif, Al-Zahrawi juga memperkenalkan penggunaan ligature (benang
pengikat luka) untuk mengontrol pendarahan arteri. Jarum bedah ternyata
juga ditemukan dan dipaparkan secara jelas dalam Al-Tasrif. Selain itu,
Al-Zahrawi juga memperkenalkan sederet alat bedah lain hasil
penemuannya.
Peralatan
penting untuk bedah yang ditemukannya itu antara lain, pisau bedah
(scalpel), curette, retractor, sendok bedah (surgical spoon), sound,
pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan specula. Tak cuma itu,
Al-Zahrawi juga menemukan peralatan bedah yang digunakan untuk memeriksa
dalam uretra, alat untuk memindahkan benda asing dari tenggorokan serta
alat untuk memeriksa telinga. Kontribusi Al-Zahrawi bagi dunia
kedokteran khususnya bedah hingga kini tetap dikenang dunia.
AL-KHWARIZMI
Dunia Barat boleh mengklaim bahwa mereka adalah kawasan sumber ilmu
pengetahuan. Namun sejatinya, yang menjadi Gudang Ilmu Pengetahuan
adalah kawasan Timur Tengah (kawasan Arab maksudnya, bukan Jawa
Timur-Jawa Tengah). Mesopotamia, peradaban tertua dunia ada di kawasan
ini juga.
Masyarakat dunia sangat mengenal Leonardo Fibonacci sebagai ahli
matematika aljabar. Namun, dibalik kedigdayaan Leonardo Fibonacci
sebagai ahli matematika aljabar ternyata hasil pemikirannya sangat
dipengaruhi oleh ilmuwan Muslim bernama Muhammad bin Musa Al Khawarizmi.
Dia adalah seorang tokoh yang dilahirkan di Khiva (Iraq) pada tahun
780. Jika kaum terpelajar lebih mengenal para ahli matematika Eropa,
maka kaum biasa juga mengenal ilmuwan Muslim yang menjadi rujukan para
ahli matematika tersebut.
Selain ahli dalam matematika al-Khawarizmi, yang kemudian menetap di
Qutrubulli (sebalah barat Bagdad), juga seorang ahli geografi, sejarah
dan juga musik. Karya-karyanya dalam bidang matematika dimaktub dalam
Kitabul Jama wat Tafriq dan Hisab al-Jabar wal Muqabla. Inilah yang
menjadi rujukan para ilmuwan Eropa termasuk Leonardo Fibonacce serta
Jacob Florence.
Muhammad bin Musa Al Khawarizmi inilah yang menemukan angka 0 (nol)
yang hingga kini dipergunakan. Apa jadinya coba jika angka 0 (nol) tidak
ditemukan coba? Selain itu, dia juga berjasa dalam ilmu ukur sudut
melalui fungsi sinus dan tanget, persamaan linear dan kuadrat serta
kalkulasi integrasi (kalkulus integral). Tabel ukur sudutnya (Tabel
Sinus dan Tangent) adalah yang menjadi rujukan tabel ukur sudut saat
ini.
al-Khawarizmi juga seorang ahli ilmu bumi. Karyanya Kitab Surat Al
Ard menggambarkan secara detail bagian-bagian bumi. CA Nallino,
penterjemah karya al-Khawarizmi ke dalam bahasa Latin, menegaskan bahwa
tak ada seorang Eropa pun yang dapat menghasilkan karya seperti
al-Khawarizmi ini.
AL-KINDI
Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf
Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn
al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi
tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini
adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813),
al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan
al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah
oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan
penerjemahan ini. Di samping menerjemah, al-Kindi juga memperbaiki
terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluasan
pandangannya, ia diangkat sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra
Khalifah al-Mu’tasim, Ahmad.
Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang
sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir
dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu
suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi
adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah
terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu
pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian
banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena
matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin
mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak
mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa
terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu
tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.
Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di
sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak
ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat
samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational).
Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan
mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya
(pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut.
Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya
dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan
oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi
seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi
sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.
Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan
untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang
lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama
sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju
kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan
tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu,
al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan
dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga,
neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi
mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
Sumber :
http://mediabilhikmah.multiply.com/journal/item/83
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/04/biografi-al-zahrawi-936-m-1013-m.html
http://tbhsinausejarah.wordpress.com/2010/06/29/al-khawarizm-sang-penemu-angka-nol/
http://www.averroes.or.id/thought/al-kini-sejarah-singkat-dan-pemikirannya.html