Rabu, 05 Agustus 2015

Rumah Gadang, Bangunan yang Tahan Gempa



Pernah muncul pertanyaan, kenapa Rumah Gadang tidak menggunakan beton dan besi sebagai bahan bangunan, bahkan istana Pagaruyung sekalipun tidak menggunakan bahan tersebut; berbeda sekali dengan istana-istana di pesisir timur Sumatera, sebut saja misalnya istana masyarakat Melayu Deli/Maimun di Medan atau istana Siak Sri Indrapura di Riau yang begitu megah dengan beton dan besinya, padahal Minangkabau terkenal sebagai penghasil emas pada zaman dahulu, jadi tidak mungkin jika kendalanya adalah masalah dana. Lalu apakah alasan kenapa Rumah Gadang hanya berbahan kayu?
Tahukah anda bahwa Rumah Gadang dirancang untuk menahan guncangan gempa yang sangat kuat? Sebagaimana kita ketahui pesisir barat Sumatera khususnya Ranah Minang sangat rawan diguncang gempa, sebab daerah ini dilalui oleh patahan Semangko. Ngarai Sianok dan lembah Harau merupakan bentuk aktifitas patahan Semangko ini. Ditambah lagi di lautnya merupakan tempat bertemunya lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia yang menghujam ke bawah pesisir barat dan membentuk jajaran gunung-gunung di Sumatera. Sementara di pesisir timur Sumatera tidak terdapat pertemuan lempeng, patahan, ataupun gunung-gunung. Itulah perbedaan geografis antara pesisir barat dengan pesisir timur.
Untuk menghadapi hal tersebut, nenek moyang orang Minang ternyata memiliki pemikiran lebih maju dari zamannya atau pemikiran yang futuristik dalam membangun sebuah rumah. Konstruksi Rumah Gadang ternyata telah dirancang untuk bisa menahan gempuran gempa bumi. Tidak pernah kita membayangkan sebuah karya yang melampaui dalam hal kemajuan teknologi pada masa lalu.
Rumah Gadang di Ranah Minang membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter sekalipun. Ternyata, rahasianya terletak pada rancangan rangka rumah. Rangka Rumah Gadang dibuat dari kayu. Bentuknya dibuat menyerupai sebuah perahu. Ada dua anjungan di ujung kanan dan kiri. Anjungan ini dibuat tanpa tiang penyangga. Akibatnya, rangka kayu bagian atas seperti ditarik ke ujung kanan dan kiri. Karena tanpa penyangga, anjungan ini membuat rangka kayu jadi mendapat beban ke bawah. Dengan begitu, rangka rumah ini berdiri sangat kokoh.
Bentuk Rumah Gadang membuatnya tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Rumah Gadang juga tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut.
Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat; menyebutkan bahwa dari sisi ilmu konstruksi, bangunan Rumah Gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
MasyaAllah, semoga Rumah Gadang tidak ditinggalkan oleh orang Minang dan punah. Dan semoga setiap kaum di Ranah Minang kembali mendirikan Rumah Gadang.


Sumber :